PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian
independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat
urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting
eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana,
menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan
merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan
tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.
A. Definisi Hukum Pidana
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat
diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur
perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang
dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi,
Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang
melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Hukum pidana adalah bagian daripada
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa
kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
B. Tujuan Hukum Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu
ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang
jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah
melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam
kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya
mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di
samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum
Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam
kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang
kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat
dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu
perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan
diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak
sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang
membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah
satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang
melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan
apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
C. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup
yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak
pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum
yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi
unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai
sanksi adalah
- Perilaku manusia ; Bila seekor singa
membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum
- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana
sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola
menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
- Pelaku harus mengetahui atau
sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan
pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya
bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa
pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik
ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan
akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan
delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium
yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”,
artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang
mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai
asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap
orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab
undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana,
ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets
beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief
nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief
nationaliteitsbeginsel)
D. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam
pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat
dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan
beberapa hak tertentu
2. Perampasan
barang-barang tertentu
3. Pengumuman
putusan hakim.
HUKUM PERDATA
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil
law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat
atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut,
baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah
jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Kondisi Hukum Perdata di Indonesia dapat
dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keaneka
ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
1. Faktor Ethnis
disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia, karena negara kita
Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia
Yuridisyang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
·
Golongan
Eropa dan yang dipersamakan
·
Golongan
Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
·
Golongan
Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yaitu:
1. Bagi golongan
Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang
diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordansi.
2. Bagi golongan
Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka.
Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian
besar Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat.
3. Bagi golongan
timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan
catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, India, Arab)
diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar